Kamis, 28 Februari 2013

Legenda Kota Banyuwangi

Legenda Kota Banyuwangi
Dahulu di kaki gunung raung ada sebuah desa yang letaknya terpencil jauh dari dari desa-desa lain. Desa parang alas namanya.
 
Kecantikan Sri Tanjung bukan saja di kenal oleh para perjaka di desanya tetapi sampai di desa-desa sekitarnya. Mereka tahu siapa Sri Tanjung. Setiap lelaki yang pernah bertemu dengannya pasti menyukainya
Pada suatu hari di Kerajaan Sindureja, Raja Sidareja sedang bermusyawarah dengan Sidapaksa patihnya.
 
Raja Sidareja : “Hai patih, tahukah kamu mengapa aku memintamu untuk menghadap?”
Patih Sidapaksa : “ampun gusti hamba belum tahu!”
Raja sidareja : “ketahuilah ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu. Pada saat ini permaisuri sedang hamil muda dan aneh-aneh yang di mintanya. Namun, semuanya itu sudah aku penuhi kecuali satu, yaitu daging menjangan muda. Oleh karena itu, aku memintamu untuk mencarikannya. Ini perintah, patih, harus kamu laksanakan. Jangan menghadap aku sebelum engkau berhasil menangkap menjangan muda!”
Patih Sidapaksa : “hamba bersedia, gusti. Hari ini juga hamba berangkat.”
Pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, tanpa pengawal patih berangkat ke hutan, dengan tujuan menangkap menjangan (rusa) muda. Dengan mata tajam, diawasinya segala gerak yang ada di hutan itu, kalau ada seekor menjangan muda melompat. Anehnya meskipun ia jauh masu ke dalam hutan itu, tak seekor binatang menjumpainya.       
Hari pun semakin sore dengan kecewa, ia menuju pedesaan untuk istirahat. Dipilihnya desa yang paling dekat dengan hutan itu. Akhirnya sampailah ia di desa parang alas, desa ini sepi namun bersih. Diketuknya pintu yang ada di ujung desa. Patih sangat terkejut ternyata yang membukakan pintu seorang gadi syang amat cantik. Ia terpesona memandang gadis itu. Untuk beberapa saat, ia tidak bicara apa-apa, ia baru sadar ketika di sapa gadis itu.
Sri Tanjung : “Tuan mencari siapa?” (sapa gadis itu dengan ramahnya)
Patih Sidapaksa : “A…anu, mencari tumpangan, dik. Bolehkah aku menginap disini cukup satu malam saja?” (katanya terburu-buru)
Sri Tanjung : “sebentar tuan kupanggil ayah hamba dulu, barangkali beliau mengizinkan!” (jawab gadis itu seraya meninggalkannya) 
Tak lama kemudian nyi buyut kancur menemui tamunya. Terjadilah pembicaraan antara keduanya. Patih Sidapaksa menceritakan jati dirinya dan apa tujuan kedatangannya.
Nyi Buyut Kancur : “Ada apa tuan datang kesini malam-malam begini?”

Patih Sidapaksa : “begini nyi sebenarnya saya adalah utusan dari Raja Sindureja, Raja Sindureja mengutus saya untuk menangkap seekor menjangan muda di hutan, tapi ketika saya berada dihutan tidak satupun menjumpai seekor binatang, dan raja saya mengatakan kepada saya untuk tidak kembali sebelum menemukan seekor menjangan muda, dank arena hari sudah gelap saya berniat mencari tumpangan semalam saja. Apakah boleh nyi?”
Nyi Buyut Kancur : “oh begitu, baiklah saya akan mengizinkan tuan untuk menginap di rumah saya, silahkan tuan masuk!”
Akhirnya ia di terima untuk menginap di rumah Nyi Buyut Kancur
Sebenarnya patih amat lelah. Namun hamper semalam suntuk tak dapat memejamkan mata barang sekejab di benaknya hanya terbayang wajah gadis cantik putrid Nyi Buyut. Patih idapaksa jatuh cinta kepada gadis desa parang alas itu.
Pagi harinya, ia memutuskan untuk melamar Sri Tanjung. Nyi Buyut menerima lamaran itu. Demikian juga Sri Tanjung, ia tidak menolak. Entah karena apa, ia sangat tertarik pemuda perkasa itu.
Patih sidapaksa : ”maaf Nyi, apakah saya boleh Tanya?”
Nyi buyut : “ya, silahkan tuan!”
Patih Sidapaksa : “saya Ingin melamar putri nyai!”
Nyi Buyut : “Apakah itu benar, kalu begitu saya akan mengizinkan tuan untuk menikahi putri hamba”
Patih Sidapaksa : “Sri Tanjung apakah engkau mau menikah denganku!”
Sri Tanjung : “ya mau tuan!”
Perkawainan pun dilaksanakan denhan amat sederhana, sesuai dengan situasi desa yang sepi itu.
Dengan bantuan Nyi Buyut, Patih Sidapaksa dapat menagkap seekor menjangan muda. Ini berarti ia dapat kembali ke istana menghadap raja. Beberapa hari kemudian ia berpamitan kepada Nyi Buyut untuk pulang ke istana.
Dengan seekor menjangan muda yang masih hidup, Sidapaksa bersama Sri Tanjung menghadap raja. Raja sangat gembira, sebab idaman-idaman permaisuri terpenuhi. Namun begitu melihat kecantikan Sri Tanjung iman raja goyah dan bergejolak. Ia ingin memilikinya, oleh karena itu di carinya akal.
Agar maksudnya tercapai, raja menyanjung-nyanjungkan dan berterima kasih atas keberhasilan patih melaksanakan perintahnya.
Raja sidareja : “Tetapi patih,” (sabdanya kemudian), masih ada 1 tugas lagi yang harus engkau kerjakan yaitu mencari “tumbal” agar kerajaan sindureja menjadi Negara yang kuat dan kokoh. Tumbal yang dimaksud adalah 2 macam benda keramat yaitu 3 lingkaran emas 3 gulung janggut putih. Kedua benda itu hanya ada di negeri Indran. Bagaimana patih engkau sanggup melaksanakan tugas ini?”
Patih sidapaksa : “hamba sanggup, gusti. Hanya hamba titip istri hamba untuk di jaga keselamatannya,” (jawab patih dengan suara bergetar)
Raja sidareja : “bagus!” (jawab raja dengan penuh kemenangan)
Pagi-pagi benar, dengan amat sedih patih sidapaksa berpamitan kepada Sri Tanjung. berangkatlah ia ke negeri indran. Negeri itu amat jauh. Menurut cerita orang, indran adalah negeri jin yang angker. Siapapun yang datang ke negeri tiu pasti tidak kembali.
Akhirnya, pada hari ke-40 sampailah ia di negeri indran. Negeri itu amat indah, ramai, dan penduduknya sangat ramah. lebih-lebih rajanya. ia amat sangat baik dan bijaksana. tanpa kesukaran sedikitpun diperolehnya “tumbal” yang dicarinya itu. dengan bangga ia pulang ke negerinya.
Sri Tanjung siang malam berdoa agar suaminya selamat dalam perjalanan dan berharap agar cepat kembali. Ia ketakutan, sebab selalu di ganggu oleh kedatangan raja yang meminta dan merayu agar mau di jadikan istrinya. bahkan raja mengatakan bahwa patih sidapaksa telah gugur ketika menjalankan tugas di negeri indran. Sri Tanjung selalu menolak ajakan raja. Ia percaya bahwa suaminya selamat.
Dengan tak disangka-sangka patih sidapaksa datang dan terus menghadap raja. Raja amat terkejut sebab dia beranggapan bahwa sidapaksa sudah mampus di cekik jin di negeri indran. Namun, dia mencoba bersikap ramah, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa. Raja berterima kasih atas keberhasilannya. Dia minta maaf karena tidak dapat menjaga Sri Tanjung. Dikatakannya bahwa sepeninggalnya, Sri Tanjung telah berkali-kali menyeleweng dengan pengawal-pengawalnya.
Rupanya fitnah raja itu termakan benar di hati patinya. Ia langsung marah dan langsung pulang tanpa pamit. Tanpa di selidiki dulu kebenaran apa yang dikatakan raja, ia menghunus keris akan membunuh Sri Tanjung. Namun sebelum ajalnya tiba ia sempat berpesan.
Sri Tanjung : “kanda, adinda rela mati meskipun tidak tahu sebab-sebabnya. Adinda sudilah kakanda membuang mayat adinda ke sungai. Jika ternyata nanti bau air sungai amis itu mengatakan bahwa adinda bersalah. Tetapi jika air sungai berbau harum itu pertanda bahwa Sri Tanjung tidak bersalah atau suci.”
Antara mendengar dan tidak, sidapaksa segera menancapkan keris itu ke dada Sri Tanjung. Karena keampuhan kerisnya, Sri Tanjung roboh dan meninggal seketika. Dengan kemarahan yang memuncak, mayatnya kemudian dilempar ke sungai, bau harum pun smerbak tercium oleh sidapaksa. Dia sadar dan baru saja teringat akan pesan Sri Tanjung. Isrinya tidak bersalah. Ia suci
Sambil menyesali perbuatannya, ia lari mengikuti aliran sungai itu, ia meraung-raung sambil berteriak.
Patih sidapaksa : “banyuwangi, banyuwangi, banyuwangi!”
Sejak itu sampai sekarang daerah itu dan sekitarnya dinamakan orang banyuwangi (banyu = air, wangi = harum) arti selengkapnya air yang harum baunya