Legenda Kota Banyuwangi
Dahulu di kaki gunung raung ada sebuah desa yang letaknya terpencil jauh dari dari desa-desa lain. Desa parang alas namanya.
Kecantikan
Sri Tanjung bukan saja di kenal oleh para perjaka di desanya tetapi
sampai di desa-desa sekitarnya. Mereka tahu siapa Sri Tanjung. Setiap
lelaki yang pernah bertemu dengannya pasti menyukainya
Pada suatu hari di Kerajaan Sindureja, Raja Sidareja sedang bermusyawarah dengan Sidapaksa patihnya.
Raja Sidareja : “Hai patih, tahukah kamu mengapa aku memintamu untuk menghadap?”
Patih Sidapaksa : “ampun gusti hamba belum tahu!”
Raja sidareja
: “ketahuilah ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu. Pada saat
ini permaisuri sedang hamil muda dan aneh-aneh yang di mintanya. Namun,
semuanya itu sudah aku penuhi kecuali satu, yaitu daging menjangan muda.
Oleh karena itu, aku memintamu untuk mencarikannya. Ini perintah,
patih, harus kamu laksanakan. Jangan menghadap aku sebelum engkau
berhasil menangkap menjangan muda!”
Patih Sidapaksa : “hamba bersedia, gusti. Hari ini juga hamba berangkat.”
Pagi-pagi
benar sebelum matahari terbit, tanpa pengawal patih berangkat ke hutan,
dengan tujuan menangkap menjangan (rusa) muda. Dengan mata tajam,
diawasinya segala gerak yang ada di hutan itu, kalau ada seekor
menjangan muda melompat. Anehnya meskipun ia jauh masu ke dalam hutan
itu, tak seekor binatang menjumpainya.
Hari
pun semakin sore dengan kecewa, ia menuju pedesaan untuk istirahat.
Dipilihnya desa yang paling dekat dengan hutan itu. Akhirnya sampailah
ia di desa parang alas, desa ini sepi namun bersih. Diketuknya pintu
yang ada di ujung desa. Patih sangat terkejut ternyata yang membukakan
pintu seorang gadi syang amat cantik. Ia terpesona memandang gadis itu.
Untuk beberapa saat, ia tidak bicara apa-apa, ia baru sadar ketika di
sapa gadis itu.
Sri Tanjung : “Tuan mencari siapa?” (sapa gadis itu dengan ramahnya)
Patih Sidapaksa : “A…anu, mencari tumpangan, dik. Bolehkah aku menginap disini cukup satu malam saja?” (katanya terburu-buru)
Sri Tanjung : “sebentar tuan kupanggil ayah hamba dulu, barangkali beliau mengizinkan!” (jawab gadis itu seraya meninggalkannya)
Tak
lama kemudian nyi buyut kancur menemui tamunya. Terjadilah pembicaraan
antara keduanya. Patih Sidapaksa menceritakan jati dirinya dan apa
tujuan kedatangannya.
Nyi Buyut Kancur : “Ada apa tuan datang kesini malam-malam begini?”
Patih Sidapaksa
: “begini nyi sebenarnya saya adalah utusan dari Raja Sindureja, Raja
Sindureja mengutus saya untuk menangkap seekor menjangan muda di hutan,
tapi ketika saya berada dihutan tidak satupun menjumpai seekor binatang,
dan raja saya mengatakan kepada saya untuk tidak kembali sebelum
menemukan seekor menjangan muda, dank arena hari sudah gelap saya
berniat mencari tumpangan semalam saja. Apakah boleh nyi?”
Nyi Buyut Kancur : “oh begitu, baiklah saya akan mengizinkan tuan untuk menginap di rumah saya, silahkan tuan masuk!”
Akhirnya ia di terima untuk menginap di rumah Nyi Buyut Kancur
Sebenarnya
patih amat lelah. Namun hamper semalam suntuk tak dapat memejamkan mata
barang sekejab di benaknya hanya terbayang wajah gadis cantik putrid
Nyi Buyut. Patih idapaksa jatuh cinta kepada gadis desa parang alas itu.
Pagi
harinya, ia memutuskan untuk melamar Sri Tanjung. Nyi Buyut menerima
lamaran itu. Demikian juga Sri Tanjung, ia tidak menolak. Entah karena
apa, ia sangat tertarik pemuda perkasa itu.
Patih sidapaksa : ”maaf Nyi, apakah saya boleh Tanya?”
Nyi buyut : “ya, silahkan tuan!”
Patih Sidapaksa : “saya Ingin melamar putri nyai!”
Nyi Buyut : “Apakah itu benar, kalu begitu saya akan mengizinkan tuan untuk menikahi putri hamba”
Patih Sidapaksa : “Sri Tanjung apakah engkau mau menikah denganku!”
Sri Tanjung : “ya mau tuan!”
Perkawainan pun dilaksanakan denhan amat sederhana, sesuai dengan situasi desa yang sepi itu.
Dengan
bantuan Nyi Buyut, Patih Sidapaksa dapat menagkap seekor menjangan
muda. Ini berarti ia dapat kembali ke istana menghadap raja. Beberapa
hari kemudian ia berpamitan kepada Nyi Buyut untuk pulang ke istana.
Dengan
seekor menjangan muda yang masih hidup, Sidapaksa bersama Sri Tanjung
menghadap raja. Raja sangat gembira, sebab idaman-idaman permaisuri
terpenuhi. Namun begitu melihat kecantikan Sri Tanjung iman raja goyah
dan bergejolak. Ia ingin memilikinya, oleh karena itu di carinya akal.
Agar maksudnya tercapai, raja menyanjung-nyanjungkan dan berterima kasih atas keberhasilan patih melaksanakan perintahnya.
Raja sidareja
: “Tetapi patih,” (sabdanya kemudian), masih ada 1 tugas lagi yang
harus engkau kerjakan yaitu mencari “tumbal” agar kerajaan sindureja
menjadi Negara yang kuat dan kokoh. Tumbal yang dimaksud adalah 2 macam
benda keramat yaitu 3 lingkaran emas 3 gulung janggut putih. Kedua benda
itu hanya ada di negeri Indran. Bagaimana patih engkau sanggup
melaksanakan tugas ini?”
Patih sidapaksa : “hamba sanggup, gusti. Hanya hamba titip istri hamba untuk di jaga keselamatannya,” (jawab patih dengan suara bergetar)
Raja sidareja : “bagus!” (jawab raja dengan penuh kemenangan)
Pagi-pagi
benar, dengan amat sedih patih sidapaksa berpamitan kepada Sri Tanjung.
berangkatlah ia ke negeri indran. Negeri itu amat jauh. Menurut cerita
orang, indran adalah negeri jin yang angker. Siapapun yang datang ke
negeri tiu pasti tidak kembali.
Akhirnya,
pada hari ke-40 sampailah ia di negeri indran. Negeri itu amat indah,
ramai, dan penduduknya sangat ramah. lebih-lebih rajanya. ia amat sangat
baik dan bijaksana. tanpa kesukaran sedikitpun diperolehnya “tumbal”
yang dicarinya itu. dengan bangga ia pulang ke negerinya.
Sri
Tanjung siang malam berdoa agar suaminya selamat dalam perjalanan dan
berharap agar cepat kembali. Ia ketakutan, sebab selalu di ganggu oleh
kedatangan raja yang meminta dan merayu agar mau di jadikan istrinya.
bahkan raja mengatakan bahwa patih sidapaksa telah gugur ketika
menjalankan tugas di negeri indran. Sri Tanjung selalu menolak ajakan
raja. Ia percaya bahwa suaminya selamat.
Dengan
tak disangka-sangka patih sidapaksa datang dan terus menghadap raja.
Raja amat terkejut sebab dia beranggapan bahwa sidapaksa sudah mampus di
cekik jin di negeri indran. Namun, dia mencoba bersikap ramah,
seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa. Raja berterima kasih atas
keberhasilannya. Dia minta maaf karena tidak dapat menjaga Sri Tanjung.
Dikatakannya bahwa sepeninggalnya, Sri Tanjung telah berkali-kali
menyeleweng dengan pengawal-pengawalnya.
Rupanya
fitnah raja itu termakan benar di hati patinya. Ia langsung marah dan
langsung pulang tanpa pamit. Tanpa di selidiki dulu kebenaran apa yang
dikatakan raja, ia menghunus keris akan membunuh Sri Tanjung. Namun
sebelum ajalnya tiba ia sempat berpesan.
Sri
Tanjung : “kanda, adinda rela mati meskipun tidak tahu sebab-sebabnya.
Adinda sudilah kakanda membuang mayat adinda ke sungai. Jika ternyata
nanti bau air sungai amis itu mengatakan bahwa adinda bersalah. Tetapi
jika air sungai berbau harum itu pertanda bahwa Sri Tanjung tidak
bersalah atau suci.”
Antara
mendengar dan tidak, sidapaksa segera menancapkan keris itu ke dada Sri
Tanjung. Karena keampuhan kerisnya, Sri Tanjung roboh dan meninggal
seketika. Dengan kemarahan yang memuncak, mayatnya kemudian dilempar ke
sungai, bau harum pun smerbak tercium oleh sidapaksa. Dia sadar dan baru
saja teringat akan pesan Sri Tanjung. Isrinya tidak bersalah. Ia suci
Sambil menyesali perbuatannya, ia lari mengikuti aliran sungai itu, ia meraung-raung sambil berteriak.
Patih sidapaksa : “banyuwangi, banyuwangi, banyuwangi!”
Sejak
itu sampai sekarang daerah itu dan sekitarnya dinamakan orang
banyuwangi (banyu = air, wangi = harum) arti selengkapnya air yang harum
baunya